Muhammadiyah sebagai gerakan pencerah (part 2 setelah Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid)

Kita telah mengetahui awal mulanya Muhammadiyah berdiri adalah karena banyaknya penyimpangan-penyimpangan Agama yang dilakukan oleh masyarakat. Dan dulu pun para wali masuk membawa islam dicampur dengan budaya hindu-budha yang tertanam pada masyarakat hanyalah untuk memperkenalkan islam lewat budaya-budaya yang ada di Indonesia, agar masyarakat tertarik untuk masuk agama islam. Tetapi sayangnya dakwah para wali tidak tuntas, akhirnya malah yang terjadi budaya yang masih tertinggal justru tercampur dengan ajaran-ajaran agama Islam. Sehingga tak jarang masih sering kita dapat menemukan tradisi-tradisi seperti rajaban, 1 syuro dan lain sebagainya tetap ada dan dilakukan di sebagian masyarakat yang ada di Indonesia. Hal ini membuat Muhammadiyah didirikan agar hal tersebut dapat diluruskan dan masyarakat mulai mengenal kembali Islam yang seharusnya itu yang seperti apa. Mulai dibenahi akidahnya, akhlaknya, ibadahnya melalui majelis-majelis tarjih atau ilmu oleh pergerakan Muhammadiyah. Adapun sekarang setelah gerakan pembaharuan selesai walaupun masih ada sisa-sisa zaman dulu yang sebagian besar masyarakatnya belum mampu untuk meninggalkan seperti sekaten contohnya. Muhammadiyah harus melakukan gerakan baru, bukan pada tataran pembaharuan lagi tetapi pada tataran pencerahan. Hal ini diungkapkan pada muktamar Muhammadiyah tahun 2010 di kota Yogyakarta. Menandai 100 tahun Muhammadiyah maka para anggota atau kader Muhammadiyah ingin memberikan gerakan pencerahan atau dakwah baru di kalangan masyarakat karena dakwah yang lama tentunya sudah sedikit tertinggal. Kita mengetahui perkembangan Zaman yang begitu pesat sangat mempengaruhi pola piker manusia sekarang, sehingga tak jarang banyak orang yang dia islam tetapi tidak mengetahui ajaran islam yang seutuhnya, itu karena dia hanya tahu Islam sebagai agama warisan, tetapi tidak tahu islam yang harus dia jalankan itu yang seperti apa. Haedar ketua PP Muhammadiyah juga menyatakan bahwa “semestinya, memasuki abad kedua ini Muhammadiyah telah memiliki sejumlah fasilitas memadai, mampu tambil dengan gagasan dan terobosan konkret untuk kemajuan umat dan bangsa”. Haedar mengatakan, dalam lima tahun terakhir, Muhammadiyah telah melakukan konsolidasi untuk mengatur berbagai amal usaha Muhammadiyah yang tersebar di berbagai daerah. Termasuk, melakukan pemetaan segala potensi Muhammadiyah yang bisa dikembangkan pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu, Muhammadiyah juga telah melakukan revitalisasi terhadap gerakan Muhammadiyah itu sendiri. “Revitalisasi yang kita butuhkan untuk abad kedua ini adalah gerakan yang lebih progresif melalui transformasi gerakan Muhammadiyah, yakni lebih focus sebagai gerakan pencerah” ujar Haedar salah satu ketua PP Muhammadiyah ini. Pencerahan merupakan sebuah proses yang progresif, mulai dari akar rumput hingga tingkat diatas. Dan, itu harus dilakukan dengan langkah riil, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan social dan ekonomi. “Pendidikan harus menjadi basis strategi kebudayaan yang mencerahkan akal budi. Karena itu, semua sekolah Muhammadiyah harus memiliki blue print (cetak biru) revitalisasi pendidikan karakter” terang dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini. Jadi sekarang sudah terdapat berbagai perkembangan dalam berbagai bidang baik itu pendidikan yang paling utama untuk perkembangan dakwah, kesehatan, politik walaupun bukan untuk mencari kekuasaan tetapi hanya agar Negara atau pemerintahan menjadi lebih beradab. Dan ekonomi dengan mendorong sector industry rumahan seperti yang di lakukan oleh Aisyiah. Kesimpulan yang dapat diambil adalah harus ada perbedaan pergerakan yang dilakukan oleh Muhammadiyah sekarang yang tentunya lebih maju dari pada dulu. Bila dulu Muhammadiyah mengedepankan social dan pendidikan dan mengukuhkan diri sebagai gerakan pembaharuan untuk menghilangkan penyakit menyimpang yang dilakukan oleh umat muslim. Maka sekarang tatarannya berkembang, karena pembaharuan dan pencerahan seperti tahapan yang harus dilakukan dan harus dijaga. Artinya bahwa untuk daerah yang masih mengenal penyakit TBC (tahayul, Bid’ah dan Churafat) harus tetap dilakukan pembaharuan, sementara untuk daerah yang sudah berkembang penjagaan terhadap pembaharuan tetap dilakukan tetapi sambil melakukan gerakan pencerahan pada masyarakat yang ada karena hal ini sebagai penjagaan peningkatan tekhnologi yang ada, jangan sampai kemuadian masyarakat terlena dengan tekhnoligi yang ada sehingga akhirnya meninggalkan ajaran-ajaran agama islam. Karena pada dasarnya perkembangan zaman ini pun bisa dimanfaatkan dengan kembali mengolah strategi dakwah yang baru untuk masyarakat umumnya masyarakat umum di Negara ini dan khususnya untuk masyarakat intelektual. Adapun untuk bidang pendidikan tentunya harus kembali dibenahi. Pendidikan di Muhammadiyah itu sebetulnya bagus karena menggabungkan unsur Agama dan unsur pendidikan umum, tetapi biayanya yang lumayan mahal pun terkadang membebani masyarakat. Memang pendidikan Muhammadiyah adalah pendidikan swasta tetapi harusnya penuh pertimbangan untuk tetap mengaktifkan perkembangan pendidikan tanpa terus-menerus menaikkan biaya kuliah. Teringat pesan KH Ahmad Dahlan yang mengatakan “hidup-hidupilah Muhammadiyah jangan mencari hidup dari Muhammadiyah” hal ini yang membuat saya berfikir bahwa selama ini dakwah yang berkembang di kalangan anggota Muhammadiyah sudah bukan dakwah yang mementingkan kebutuhan masyarakat atau visi misi UUD 1945 untuk mencerdaskan bangsa. Tetapi lebih kepada keuntungan. Oleh karena itu tentunya patut bagi kita untuk berbenah diri dalam mengatasi perkembangan dalam tubuh Muhammadiyah itu sendiri.

Komentar

Postingan Populer