Perbandingan Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) dengan Hukum Positif Indonesia


Perbandingan Hukum Pidana Islam
dengan
Hukum Pidana Positif
(Tindak Pidana Pembunuhan)
Tugas Hukum Pidana Islam
Nama : Unik Karlita
Nim : 20100610148
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di indonesia pada dasarnya sistem hukum yang dianut adalah sistem hukum kontinental atau Civil law dimana dalam sistem ini Konstitusi memegang peranan penting dalam masalah pengaturan negara. Sistem hukum Eropa Kontinental sendiri dianut oleh negara indonesia setelah merdeka karena adanya kekosongan hukum pada saat indonesia merdeka, sehingga indonesia langsung menjadikan sistem hukum ini sebagai sistem hukum yang berlaku di indonesia. Sistem hukum ini adalah sistem hukum peninggalan belanda yang berasal dari Perancis, yang dulunya berasal dari Romawi.
Sitem hukum islam biasanya dipakai oleh negara yang pemegang kekuasaannya berbentuk khilafah islam dipegang oleh Raja sebagai Imam atau Khilafah, bukan sistem presidensiil atau parlementer. Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi mengapa indonesia tidak menggunakan sistem khilafah islam atau hukum islam dalam penegakkan hukum yang ada di indonesia.
Padahal sebagai umat islam kita mengetahui bahwa menggunakan hukum yang bukan hukum Allah atau hukum ciptaan manusia itu tidak diperbolehkan dalam Al-Qura’an selama memang dalam aturannya di dalam Al-Qur’an itu ada dan jelas, kecuali jika tidak ada aturanya.
Dalam sistem hukum islam jelas mempunya Hirarki/kedudukan sumber hukum, sumber hukum islam diantaranya adalah :
a. Al-Qur’an (Kalam Allah)
b. As-Sunnah (Hadist Rasulullah Muhammad SAW)
c. Ijtihad para Ulama
Dan sumber hukum islam ini berlaku urutan jadi Al-Qur’an yang menjadi rujukan utama untuk permasalahan hukum, bila pengaturannya tidak ada dalam Al-Qur’an maka dapat melihat di As-Sunnah, dan bila tidak ada pengaturannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah maka diperbolehkan melakukan Ijtihad untuk melakukan metode penemuan hukum selama itu belum diatur dan tidak bertentangan denga Al-Qur’an dan As-sunnah.
Contoh misalnya dalam hal tindak pidana narkotika tidak ada pengaturannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka dapat dilakukan Ijtihad. Dengan menarik kesimpulan dan mencari suatu hukum yang mirip atau mendekati, seperti misalnya narkotika disamakan dengan peraturan tentang Khamr, karena akibatnya bagi manusia sama, yaitu melemahkan otak secara perlahan.
Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk kemudian membandingkan Hukum pidana islam dan hukum pidana positif yang berlaku di indonesia, hal-hal yang akan dibahas dikhususkan pada perbedaan-perbedaan ancaman pidana, hukuman, atau pengaturan hukumnya.
2. Rumusan Permasalahan
Perbandingan hukum pidana islam dan hukum positif di Indonesia. Dilihat dari segi pemidanaan, akibat hukum atau punishment yang diberlakukan dari berbagai macam tindak pidana yang diatur dalam sumber hukum islam dan sumber hukum positif yang ada dan berlaku di indonesia. Dan dalam hal ini dibatasi hanya dalam perkara atau tindak pidana pembunuhan.


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Perbandingan Hukum Pidana Islam dengan Hukum Pidana Positif (dalam sumber hukum islam dan sumber hukum positif)
Dalam sistem pidana islam tentu jika dibandingkan dengan hukum pidana positif atau hukum eropa kontinental, keduanya memiliki banyak perbedaan yang cukup signifikan. Dalam pengaturan dan bentuk hukuman pun berbeda. Jika dalam hukum islam kita mengenal adanya Qisas, Dziyat, Hudud, rajam, cambuk dan lain sebagainya sebagi bentuk hukuman, dalam hukum positif kita akan menemukan bentuk hukuman seperti yang terdapat dalam pasal 10 KUHP pidana terdiri atas :
- pidana pokok berupa pidana mati, penjara, kurungan, denda, tutupan.
- Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Perbedaan dalam hal hukuman yang terdapat dalam hukum pidana islam dan hukum positif di indonesia ada dalam beberapa tindakan pidana yaitu :
1. Pembunuhan dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qura’an sudah jelas aturannya bahwa manusia dilarang untuk saling membunuh hal ini dijelaskan dalam surat (Al-isra : 33 )
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” { Q.S 17 : 33 }
Dalam Al-Qur’an pengaturan tentang pembunuhan ada mengenai 2 hal :
a. pembunuhan yang dilakukan secara sengaja
pengaturannya dalam Al-Qur’an :
- yang pembalasannya harus dilakukan di dunia ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih” (Q.S Al-baqarah : 178)
- yang pembalasannya di akhirat ”Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Q.S An-Nisaa : 93)
b. pembunuhan yang dilakukan tidak secara sengaja
”Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S An-nisaa : 92)
Hukuman bagi pelaku pembunuhan dalam Al-Qur’an adalah berlaku Qishaash seperti dalam (Q.S Al-baqarah : 178) , (Q.S Al-Maidah : 45), adapun dalam islam berlaku sistem pemaafan atau damai dalam pembunuhan, apabila keluarganya kemudian dengan lapang dada menerima, apalagi pembunuhannya itu tidak disengaja maka dalam hal ini dapat diberlakukan Diyat atau membayar denda, sesuai yang tercantum dalam Al-Qur’an yaitu dalam surat (Q.S Al-Baqarah : 178) yang telah dipaparkan diatas.
Dalam shirah sahabat pada juga dijelaskan pernah suatu ketika ada seseorang yang membunuh karena kekhilafan, keluarganya tidak mau untuk memaafkannya, orang tersebut akhirnya diputuskan untuk dihukum Qishaash, tapi orang tersebut meminta untuk pergi dulu ke tempat asalnya untuk menunaikan amanahnya. Dan ada seorang sahabat Rasulullah yang kemudian menjadi jaminannya. Esoknya ketika ditunggu orang tersebut tidak datang, akhirnya menimbulkan kekhawatiran karena jaminannya adalah salah seorang sahabat rasul yang sangat disayangi dikalangannya, ketika suudzhon para sahabat sudah muncul akhirnya orang itu datang dengan tergesa-gesa sambil memohon maaf karena ternyata urusan yang harus diselesaikannya memakan waktu lebih lama daripada yang dijanjikan. Kemudian Umar bertanya mengapa dia kembali padahal dia ada kesempatan untul melarikan diri, dia menjawab azab tuhan-Nya lebih pedih daripada azab di dunia. Lalu Umar menyuruh keluarganya untuk memaafkannya dan orang yang membunuh tadi untuk membayar dziyat, keluarganya pun memaafkannya karena melihat kesungguhan hati dari si pembunuh tersebut. Sehingga terjadilah damai antara keduanya.
2. Pembunuhan dalam hukum positif di indonesia
Dalam hukum positif di indonesia pengaturan tentang pembunuhan terdapat dalam Kodifikasi hukum yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang selanjutnya disingkat KUHP.
KUHP dibagi menjadi 3 buku, yang pertama berisi tentang ketentuan umum, yang kedua berisi tentang kejahatan, dan buku ketiga tentang pelanggaran.
Pengaturannya diatur dalam Bab XIX yaitu mengenai kejahatan terhadap nyawa dari pasal 338 – 350 KUHP. Yang aturannya adalah :
a. Pasal 338 Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
b. Pasal 339 Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
c. Pasal 340 Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
d. Pasal 341 Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
e. Pasal 342 Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
f. Pasal 343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
g. Pasal 344 Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
h. Pasal 345 Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
i. Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
j. Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
k. Pasal 348 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
l. Pasal 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
m. Pasal 350 Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Dalam Hukum Pidana Positif di indonesia yang menjadi perbedaan adalah bahwa tidak dapat dilakukan damai secara hukum antara keluarga pihak yang dibunuh dan orang yang membunuh. Jadi walaupun ada perdamaian antara kedua belah belah pihak proses pidananya tetap berjalan. Dalam hukum pidana positif di indonesia tidak dikenal damai yang menggugurkan proses pidana kecuali untuk kasus yang memuat delik aduan, seperti kasus pencurian dalam keluarga dan kasus perzinahan atau perselingkuhan bagi suami/istri. Delik aduan dapat dicabut kembali apabila pihak yang mengadukan tindakan pidana tersebut mencabutnya.


BAB III
KESIMPULAN
1. adanya perbedaan hukuman dan akibat hukum dalam tindak pidana pembunuhan.
2. perbedaannya dalam hukum pidana islam berlaku Qishaash dan Dziyat, sementara dalam hukum positif di indonesia yang di berlakukan adalah pidana penjara, kurungan, denda seperti pidana mati dan seumur hidup.
3. dalam hukum pidana islam dapat diberlakukan damai bila pihak keluarga atau ahli waris memaafkan si pelaku tindak pidana, dan pelaku tindak pidana wajib untuk membayar Dziyat bagi keluarga yang ditinggalkan.
4. sementara itu dalam kasus pidana positif yang berlaku di indonesia tidak berlaku perdamaian secara hukum bila terjadi perbuatan melawan hukum yang melanggar kejahatan.
5. adapun perdamaian bisa dilakukan dalam hal delik aduan, delik aduan dapat dicabut oleh si pelapor.

Komentar

Anonim mengatakan…
Unik ini makalah nya keren. tapi bolehlah aku request. Bikin postingan yang lebih 'santai ' dunk boy. haha.keep writing.mampir di blogku yang baru yaaaahhhhh....:)
weleh.... namanya munggeh gunung???? apa emang blog mu yang baru hahahhahaha
Adi Setiawan mengatakan…
Ambil Kekhususan Pidana ya?
Adi Setiawan mengatakan…
Ambil ke Kekhususan Pidana ya????
Adi Setiawan mengatakan…
Ambil kekhususan Pidana ya??
ya insya Allah...... :) tapi tertarik juga dengan ekonomi syariah
yup sama-sama smoga dapat memberikan masukannya :)

Postingan Populer