Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi gerakan pembaharuan (tajdid) agama islam di indonesia

Negara Indonesia sebagian besar penduduknya adalah penganut agama islam, begitu pula di kota Yogyakarta. Islam masuk ke Indonesia melalu perdagangan, tetapi islam masuk tidak lengkap dengan ajaran-ajaran yang bersumber langsung melalui Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, karena itu masyarakat yang sudah terbiasa dengan tradisi-tradisi adat pada zaman kerajaan hindu-budha masih sering melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat adat, mistik. Sehingga mereka yang tidak mengerti islam secara keseluruhan mengkolaborasikan islam dengan tradisi-tradisi peninggalan kerajaan hindu-budha. Melihat permasalahan ini Muhammad Darwisy atau Ahmad Dahlan tokoh besar organisasi Muhammadiyah merasakan keresahan karena masyarakat di derahnya yaitu Yogyakarta terjebak oleh kegiatan-kegiatan takhayul, bid’ah dan churafat selanjutnya disingkat TBC.
Karena itu Ahmad Dahlan mulai melakukan gerakan pembaharuan melalui pendidikan dengan banyak mendirikan majelis-majelis tarjih, tetapi waktu itu pemerintah Hindia-Belanda masih membatasi gerakan Muhammadiyah hanya terbatas di Yogyakarta saja, hal ini dikarenakan pemerintah khawatir dengan pertumbuhan Muhammadiyah. Tetapi Muhammadiyah tetap berkembang di daerah lain, tetapi namanya diganti dengan nama lain. Tetapi lalu Muhammadiyah berkembang dan akhirnya disetujui oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk membuka cabang di daerah lain.
Di era modern ini gerakan pembaharuan Muhammadiyah mengalami penurunan kualitas, karena hanya melakukan kegiatan yang statis, tidak berubah atau dinamis. Hal ini dikemukakan oleh para petinggi dan pengamat organisasi Muhammadiyah ini. System yang terbangun di Indonesia memang cukup banyak, dapat dilihat dengan banyaknya instansi pendidikan dari mulai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai Universitas di daerah-daerah Indonesia, tetapi kegiatan pembaharuan seperti visi misi awal K.H Ahmad Dahlan sendiri seperti mulai terlupakan. Buktinya di kota Yogyakarta sendiri masih banyak orang percaya atau bahkan melakukan kegiatan TBC. Lalu bagaimanakah perkembangan pembaharuan yang dilakukan oleh para tokoh Muhammadiyah saat ini?, ada yang mengatakan karena terlalu aktif terlibat sebagai Suprastruktur Politik Muhammadiyah mulai merupakan perannya sebagai Infrastruktur politik berbasis Dakwah yang harusnya lebih dekat dengan masyarakat.
Ada beberapa hal yang tentunya harus dikembalikan dalam pembaharuan gerakan Muhammadiyah, yaitu Muhammadiyah sebagai Organisasi Tajdid atau reformasi islam di Indonesia. Dikemukakan oleh KH Ahmad Tajdid seharusnya memiliki 3 dimensi :
1. Dimensi Akidah, dalam hal ini semua persolan harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan hadist. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 59.
2. Dimensi ibadah mahdah atau ibadah murni, disini perbedaan pendapat pun harus dikembalikan pada Al-Qur’an dan Sunnah.
3. Dimensi Muamalat terkait hal ini perlu pengembangan pemikiran sesuai dengan perkembangan masyarakat. Sebab, didalam Al-Qur’an dan hadist persoalan muamalat berupa kaidah-kaidah umum.
Berkenaan dengan dimensi tasawuf, Muhammadiyah juga menganut tasawuf seperti yang ditulis di buku Buya Hamka dalam tasawuf modern. Menurutnya orang boleh saja melakukan kegiatan yang berorientasi dunia tanpa meninggalkan dzikir.

Komentar

Postingan Populer